Bismillah, Memulai langkah baru, semoga berkah ya Allah.
Selama menjadi ibu bekerja, aku juga mengerjakan beberapa hal selain menjadi ibu rumah tangga. Waktu itu, kadang aku berpikir, apa aku yang terlalu banyak mencari pekerjaan atau kurang kerjaan. Sebagai wanita yang sudah 50 up, fisikku tidak seperti dulu lagi. Sudah banyak keluhan tentang kondisi badanku. Akan tetapi, semakin aku berumur, semakin banyak yang kukerjakan.
Banyak tugas dan PR yang belum aku kerjakan. Tugasku sebagai ibu rumah tangga, sebagai istri, sebagai ibu dari keempat anakku. Tugasku sebagai hamba Allah yang wajib menuntut ilmu agama. Tugasku berkaitan dengan rencanaku merintis usaha serta keinginanku menjadi penulis. Sepertinya aku harus membuat skala prioritas. Tahu nggak, tidak sedikitpun aku merasa menyesal telah melepaskan pekerjaan yang menjadi bagian dari separo hidupku, aku hanya merasa rindu bercengkerama dalam kebersamaanku dengan sahabat-sahabatku. Aku merasa rindu berdiskusi tentang agama dan kehidupan ini.
Satu persatu harus mulai aku kerjakan. Aku buka lembaran baru hidupku. Setelah aku mulai menyesuaikan diri dengan menjalani rutinitas di rumah. Mengurus dan mengantar jemput anak lelakiku yang kelas 8 di Mts. Mengerjakan semua urusan rumah dibantu oleh asistenku yang sudah seperti saudara bagiku. Semua sudah berjalan normal seperti setiap aku cuti di rumah.
Di bulan Desember 2019, tahapan selanjutnya berkaitan dengan PIRT. Sejak beberapa bulan lalu, aku mengurus izin usaha Madu Zahra. Usaha madu yang baru aku rintis sekitar April 2019, memasuki tahap pengajuan perizinan ke Dinas Kesehatan Pekanbaru. Proses pengajuan yang cukup lama, karena menunggu Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) yang dmotori oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan BPOM Pekanbaru.
Diawali dengan pengajuan ke Dinkes, dibantu secara kolektif oleh Bangkit Pengusaha Muslim (BPM) Riau bersamaan dengan UKM dan UMKM lain. Pada bulan Agustus 2019, BPOM dan Dinkes Pekanbaru menyelenggarakan Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) untuk sekitar 1.000 UKM UMKM. Alhamdulillah, bulan Oktober sertifikatnya sudah keluar.
Kemudian, pengajuan lagi ke Dinkes untuk dilakukan survey oleh Puskesmas setempat. Setelah Puskesmas setempat memberikan surat rekomendasi. Dikembalikan ke Dinkes lagi untuk dilakukan pengecekan kelengkapan dokumen. Setelah Kepala Dinas memberikan rekomendasi dimasukkan ke MPP Pekanbaru. MPP adalah Mal Pelayanan Publik yang merupakan pelayanan terpadu semua pengurusan dokumen-dokumen penting di Pekanbaru.
 Setelah kelengkapan dokumen di MPP lengkap, berselang lima hari akhirnya keluarlah Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) untuk usaha Madu Zahra yang sedang mulai dirintis. Tepatnya tanggal 13 Desember 2019, tidak sampai sebulan setelah aku resign dari perusahaan.
Sebelumnya, aku sudah merintis Madu Zahra dengan menggunakan PIRT Madu yang lain, karena memang yang mengemas Madu Zahra adalah brand tersebut. Aku masukkan ke apotek-apotek di sekitar Rumbai. Aku juga memasukkan Madu Zahra ke salah satu Apotek milik teman yang sudah besar, sudah mempunyai 8 cabang waktu itu. Sebelum keluar izin, akhirnya aku tarik semua. Setelah keluar izin, rencana akan memasukkan lagi kesana.
Setelah Madu Zahra selesai, aku beralih ke target berikutnya. Aku mempunyai anak angkat. Sebenarnya, bukan anak angkat betulan. Dia adalah anak asistenku yang tinggal bersamaku dari lulus SMA dan sekarang sudah menjadi seorang Perawat. Bulan Februari lalu, Alhamdulillah sudah ketemu jodohnya. Dari lamaran bulan September 2019, akhirnya baru terealisasi bulan Februari. Alhamdulillah masih bisa mengadakan walimahan meskipun sederhana.
 Serasa aku dan suami yang mantu, karena memang aku dan anakku itu yang mengurus semuanya. Sangat antusias, stress, panik, gembira, deg-degan berbaur menjadi satu. Alhamdulillah, acara berjalan lancar dan itu adalah masa-masa sebelum pandemi corona. Bersyukur, semua sudah selesai, dan saat itu masih diperbolehkan mengadakan walimahan.
Setelah itu, datanglah badai corona. Semua terimbas, semua terdampak. Aku dan keluargaku juga. Suamiku juga harus menjalani karantina di perusahaan. Perusahaan yang aku dulu juga bernaung. Meskipun hanya berjaraj 60 km, tapi sekian lama tidak pernah berpisah, tiba-tiba harus berjauhan. Ma syaa Allah, ternyata kasih sayang Allah sangat nyata. Alhamdulillah, aku telah resign. Seandainya aku masih bekerja, tentu aku tidak bisa menemani anak-anakku di rumah di masa pandemi ini. Aapalagi, asistenku juga aku liburkan. Anaknya yang menjadi anakku juga, sudah tinggal dengan suaminya di rumah asistenku.
Alhamdulillah ya Allah, aku bisa melalui hari-hariku dengan anak-anakku. Merajut cerita setiap hari. Membantu mas dan abang sekolah online dan mengerjakan tugas-tugasnya. Kedua anakku yang di Jogja juga sudah pulang. Kembali menemaniku, sambil kuliah online.
Sementara pertemuan dengan suami, awal-awalnya tiga atau dua minggu sekali, sekarang bisa seminggu sekali. Melalui hari-hari tersebut sungguh berat. Tapi bagaimana pun, aku tetap bersyukur, karena semua hal tersebut bukan apa-apa dibandingkan dengan banyak orang lain yang mengalami dampak  pandemic secara luar biasa. Aku bersyukur, suami masih berpenghasilan. Sementara, banyak orang terdampak dan tiba-tiba menjadi pengangguran. Aku bersyukur, kami diberi kesehatan dalam kondisi pandemi ini.
Meskipun kesedihan hatiku juga sangat terasa, karena di keluarga besarku ada yang menjadi korban Covid-19 di akhir bulan Maret lalu. Iya, sepupuku yang masih muda dan sehat, menjadi korban. Semoga husnul khatimah adikku. Alhamdulillah, semua keluarganya, bapak ibu, adik-adik dan anak istrinya dinyatakan negatif Covid-19. Tapi, tetap saja menjadi trauma yang sangat mendalam. Semoga keluarga kami selalu diberi kesehatan dan perlindungan Allah. Semoga wabah pandemic ini segera berlalu ya Allah Aaamin.