Semua
langkah yang aku ambil sampai dengan detik ini, semua dengan izin dan rido imamku.
Keputusanku untuk resign, untuk diam di rumah, dan ingin bekerja dari rumah
sudah aku bicarakan dan konsultasikan dengan suami secara mendetail. Sebenarnya
suami sudah paham siapa diriku. Sejak awal mengenal, sejak di mess perusahaan,
aku sudah suka berjualan. Waktu itu, kalau suami dinas ke Pekanbaru, nanti mampir
di kantor Pekanbaru untuk mengambil paket dagangan batik. Kadang dua atau tiga
karung. Aku, keturunan dari Simbah yang jualan beras, memang hal yang membuatku
bersemangat adalah berjualan.
Sebenarnya
aku menginginkan kami bersama-sama membangun bisnis. Tapi passion tentu saja
tidak dapat dipaksakan. Hal awal yang aku lakukan adalah, bagaimana memberi
pemahaman kepada suami apa yang aku inginkan, dan seperti apa jalan yang
sebaiknya ditempuh. Di awal-awal aku mulai berjualan, suami selalu terlihat
kebingungan melihat begitu banyak barang datang, berkotak-kotak. Aku hanya
menjawab bahwa kita tidak perlu khawatir, Allah yang akan mendatangkan pembeli.
Bahkan
dalam keadaan hamil, sudah mulai membesar, aku tetap aktif dan sibuk. Waktu
itu, menjelang bulan puasa. Sepulang kerja, di rumah sudah menunggu ibu-ibu
yang akan melihat koleksi daganganku. Mereka sudah menunggu untuk memilih-milih
baju. Dengan tak kenal lelah, aku melayani mereka dengan senang dan sepenuh
hati. Suami mengingatkanku agar tidak terlalu capek, karena hamil anak ke empat
ini usiaku sudah 38 tahun.
Sudah agak berapa lama, aku menjual
barang-barang berupa baju, jilbab, gamis, koko, dan kebutuhan muslim lainnya.
Aku berjualan di rumah, di sela-sela kegiatanku bekerja. Yang mengirimiku adalah Bulikku yang di Yogya.
Beliau istri adik Bapak. Aku dikirimi baju-baju muslim, yang waktu itu sedang
tren dengan banyak bordiran dan pernik-pernik. Bulik juga mengirim gamis-gamis muslim,
jilbab, baju anak muslim, dan banyak lainnya.
Sebenarnya
Bulik produsen sprei. Spreinya cantik, homemade. Nama brandnya Amanah. Harganya
memang lumayan mahal, tetapi karena kainnya bagus dan jahitannya rapi,
pelangganku mau membelinya. Biasanya. Nanti mereka akan datang lagi untuk
membeli lagi setelah mereka merasakan nyamannya sprei yang aku jual.
Aku
juga disuplai gamis dan jilbab home made dari temanku di Depok yang dulu beliau
adalah karyawan juga di perusahaan. Gamis dan jilbab Fadhila ini menjadi
favorit, beberapa ibu-ibu yang telah memakai gamisku ini, tidak mau lagi ketika
aku tawarin dengan baju dan jilbab buatan yang lain. Jadi, aku harus mencari
cara lain agar barang-barangku yang baru bisa terjual. Aku jual kepada
teman-teman yang belum mengenal Fadhila, barulah bisa laku. Alhamdulillah.
Jadi,
dengan aktivitasku seperti itu, lama kelamaan suamiku paham dan menerima
kesibukanku dengan ikhlas.
Ketika
aku pindah domisili ke Pekanbaru, meskipun masih bekerja di Perawang. Hal
terberat adalah taklim yang aku ikuti yang sungguh berat aku tinggalkan. Tapi
suamiku berkata, in syaa Allah di Pekanbaru nanti juga ada taklim-taklim sunnah
yang bisa aku ikuti. Akhirnya, aku menerima penjelasan suamiku. Dimana saja, in
syaa Allah aku bisa mencari ilmu agama yang mulia. Apalagi Pekanbaru, Alhamdulillah,
sangat banyak kajian-kajian sunnah yang bisa aku ikuti di waktu-waktu libur.
Kemudian yang kedua, aku berat meninggalkan
pelanggan-pelangganku yang jumlahnya puluhan. Sebagian dari mereka adalah
resellerku, sebagian adalah pelanggan fanatik yang sudah nyaman memakai produk
dari brand Fadhila. Sebagian masih bisa aku suplai dengan mendatangi rumah
mereka ketika aku istirahat siang. Waktu belum ada kendaraan bis dari kantor,
aku dan suami naik mobil pribadi ke Perawang. Aku bisa membawa bertumpuk-tumpuk
dagangan untuk aku setorkan ke resellerku yang jualannya laris manis.
Kadang-kadang aku pergi sendiri, kadang diantar suami.
Iya,
waktu itu aku belum berilmu dalam usaha. Aku masih sebagai pedagang yang
menjual dagangan dengan motto yang penting laku. Apalagi waktu belum pindah,
sebagian pembeli membayar secara kredit. Sementara, aku sebagai pedagang, punya
anak yang masih kecil-kecil, kalau pembeli tidak datang mengangsur, aku juga
kadang tidak sempat meminta. Jadilah kreditnya lama. Alhamdulillah kalau
orangnya baik, mau membayar tepat waktu setiap bulan. Ada yang susah, kalau
tidak diminta tidak membayar. Asistenku yang rajin menagih setiap bulan. Aku
hanya tinggal terima setoran.
Setelah
di Pekanbaru, selain teman-teman yang bisa menghubungiku untuk mengambil
bajuku, tidak ada lagi. Aku masih bingung, bagaimana caranya aku bisa berjualan
lagi. Teman dan tetangga yang aku kenal juga belum banyak, aku masih bingung
langkah apa yang akan kuambil. Otomatis, aku kehilangan banyak pelanggan.
Barulah aku terasa, bahwa selama ini, usahaku membantu keuangan keluargaku.
Setelah
beberapa lama, aku mulai mengenal beberapa ibu-ibu yang kebetulan mama teman
anakku sekolah. Aku juga mulai mengenal ibu-ibu dekat rumah. Aku diajak ikut
arisan di lingkungan rumahku. Saat itu rumah masih kontrak, sambil membangun
rumah yang tidak jauh dari rumah kontrakanku.
Akhirnya,
ada yang menjadi resellerku, beliau mengambil baju,jilbab, dan sprei untuk
dijualnya secara kredit. Sementara, usahaku di Perawang mulai macet, kecuali
dengan beberapa teman kantor. Karena aku dan suami sudah naik bis kantor, tidak
naik kendaraan pribadi lagi. Jadi, agak susah aku membawa barang-barang
daganganku. Sedih juga, tapi mau bagaimana lagi.
Suami
mendukung usahaku, walaupun beliau kurang paham dalam pelaksanaannya. Dalam kondisi apapun beliau mendukung, dan
sekali-sekali memberi advis. Aku masih berpikir, bagaimana caranya agar usahaku
bisa berjalan lagi, dan bagaimana agar kami bisa satu visi satu misi. Aku
memerlukan langkah-langkah nyata untuk mewujudkan impianku tersebut.
2 Komentar
Tosss Mba Rika... I feel you, saya relate banged dg tulisan Mba Rika ini... dulu saya pernah buka toko busana muslimah (jualan online nya jg) tp cm bertahan 3 tahun, gak kuat biaya operasionalnya huhuu... sampe sekarang masih pingin jualan lg
BalasHapussudah mendarah daging mbak. Bagi saya jualan tidak hanya sekedar cari untung. malah sebagain menjadi bisnis sosial, karena untuk membantu teman juga. Memang banyak suka dukanya mbak...dilakoni saja..ini karunia Allah yang luar biasa
BalasHapus