Meniti Jejak Masa Kecil (7)
~~Rika. Nur Hidayati~~
#Day7
#NarasiLiterasiNegeri
#IndonesiaMenulis
#TantanganMenulis45Hari
#Artsamawa
Bercerita
tentang Bapak, membuka ruang-ruang rindu yang mengendap di dasar hati. Aku
sering merasa kehilangan dan merindukan beliau. Bapak adalah orang yang keras
apabila sepintas kita mengenalnya. Akan tetapi, apabila kita sudah mengenal
beliau dengan baik, Bapak adalah orang yang sangat lembut dan penyayang.
Sementara
Ibu, ibu telaga teduh yang senantiasa menyirami anak dan cucunya dengan
kesejukan. Ibu jarang marah, biasanya hanya akan menyampaikan sesuatu dengan
kata-kata yang bermakna. Ibu, wanita sederhana dengan wajah yang ayu, menjadi
pelabuhan cinta Bapakku. Dua hati yang
berbeda karakter disatukan, menjadikan pasangan yang saling mencintai dan
saling berbagi satu sama lain dengan sepenuh hati.
Bapak
dan Ibu dipertemukan dalam suasana politik negeri kita yang runyam. Bapak
pandai menyanyi dan menjadi dirigen untuk paduan suara organisasi mahasiswa dan
Ibu juga menjadi anggota Genderang Terompet organisasi pelajar. Akhirnya Bapak
menikahi Ibu yang waktu itu masih kuliah di IAIN, dan tidak melanjutkan kuliah
lagi.
Hobby
Bapak adalah ngutak atik berbagai macam mesin, mau jam tangan, jam dinding,
sepeda motor, ataupun mobil. Tak heran, zaman aku kecil dulu, Bapak sudah punya
sepeda motor Honda laki-laki, kemudian berganti dengan Vespa, dan ganti lagi
dengan Honda bebek warna merah. Paling senang kalau diajak jalan-jalan pakai
motor. Seringnya sih ke rumah simbah di Kuncen ataupun ke Langenastran. Rasanya
keren sekali.
“Ayo,
siapa mau ikut Bapak jalan-jalan?” Bapak berkata sambil mengeluarkan motor
kebanggaanmya.
“Ikut
pak, ikut!” kata adikku Agus langsung berlari.
Adikku
Alev pun tak mau ketinggalan. Dengan rambut poninya, dia langsung berlari
mengejar kakaknya yang sudah terlebih dahulu mendatangi Bapak.
“Kemana
Pak?” penasaran aku juga segera meninggalkan bacaan majalah Bobo yang baru
datang.
“Ya
putar-putar saja,” kata Bapak sambil tersenyum.
Dengan
sigap, aku mengambil sandal dan mengikuti Bapak keluar. Jadilah kami berempat
jalan-jalan ke Alun-alun Utara dengan motor kesayangan Bapak. Dua adikku di
depan, duduk di atas tangki minyak motor, sementara aku duduk di belakang Bapak.
Di
sore hari yang cerah itu, Bapak menghentikan sepeda motornya di pinggir
Alun-alun dan membeli martabak terang bulan dan martabak telur.
“Oleh-oleh
buat Ibu,” kata Bapak dengan raut muka bahagia.
“Asyik,
makan enak, makan enak,”kataku dengan gembira.
“Mau
galundeng, Pak,” Agus menyela Bapak sambil menunjuk tangan kepada penjual
makanan galundeng yang besar-besar dan manis. Akhirnya Bapak meluluskan
permintaan Agus membeli galundeng dan semacam cakue yang asin. Aku lupa
namanya.
Bapak
memang suka jajan berbagai macam makanan. Mungkin saat itu Bapak habis menerima
gaji, sehingga dengan senang hati meluluskan permintaan anak-anaknya. Masih
terbayang dalam ingatanku, Bapakku tersayang.
Sebenarnya,
Bapak termasuk pemilih terhadap makanan. Tapi kalau sudah suka, tak segan-segan
Bapak akan sering membelikan untuk kami. Meskipun, tetap saja ada masa-masa
ketika satu butir telur dibagi empat untuk kami makan bersama. Atau merasakan
sensasi makan nasi dengan garam. Aku nggak tahu pada saat itu memang ibu tidak
ada uang untuk belanja atau makan nasi dengan garam menjadi salah satu menu
yang enak.
Selain
itu, Bapak juga suka mengajak kami jajan di Bakmi Mundiyo. Rumah makan Bakmi
ini letaknya di pertigaan antara jalan Brigjen Katamso dengan Yudonegaran. Kalau
dari Alun-alun Utara keluar jalan sebelah timur dekat Plengkung Wijilan masih
terus. Perasaanku, Bakmi Mundiyo itu Bakmi yang enak banget. Aku nggak tahu
sekarang masih ada atau enggak rumah makannya. Kesukaan Bapak yang lain adalah
membeli Ikan atau Kepiting. Kalau ada penjual kepiting ke kantor Bapak, sering
Bapak beli. Kepitingnya besar-besar seingatku.
Kadang-kadang
Bapak pergi ke pantai Congot di Kulonprogo. Pulangnya akan membawa ikan untuk
dimasak ibu. Setelah pindah ke Kuncen, Bapak lebih suka makan sate Samirono,
yang ada di dekat kampus UNY, kadang-kadang pulang suka membawa oleh-oleh sate
kambing Samirono.
(Bersambung)
0 Komentar