Meniti Jejak Masa Kecil (12)


 

Meniti Jejak Masa Kecil (12)

~~Rika. Nur Hidayati~~

#Day12

#NarasiLiterasiNegeri

#IndonesiaMenulis

#TantanganMenulis45Hari

#Artsamawa

 

Ada yang pernah lihat Daeng? Waktu kecil, kami menyebutnya dengan Daeng. Sebenarnya namanya adalah Bregada Prajurit Keraton Yogyakarta yang merupakan pasukan  prajurit Keraton dan Daeng adalah salah satu nama pasukan prajurit Keraton tersebut. Setiap waktu tertentu, mereka berlatih dan kirab melewati jalan Rotowijayan.

Bregada Prajurit Keraton menggunakan pakaian seragam yang khas, unik, dan menarik, sesuai dengan nama pasukannya masing-masing. Prajurit akan berbaris sesuai nama pasukannya, dengan membawa peralatan persenjataan dan bendera yang melambangkan filosofi dan nama masing-masing pasukan.

Mengikuti sejarah pasukan Bregada Prajurit Keraton Ngayogyakarta dari awal berdirinya sangatlah panjang. Pada waktu dulu, pasukan Bregada ini memang menjadi bagian dari Penjaga Kedaulatan Keraton, terutama dalam perlawanan dengan penjajah Belanda.

 Kekuatan Bregada Prajurit Keraton dengan kesatuan-kesatuan prajuritnya sangat ditakuti oleh VOC (tahun 1746-1755) dalam Perang Mangkubumen dimana Pangeran Mangkubumi banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Kesatuan-kesatuan prajurit yang berperang saat itulah yang menjadi cikal bakal Bregada Prajurit Keraton Ngayogyakarta.

Kesatuan-kesatuan pasukan Bregada Prajurit Keraton tersebut, masing-masing memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Saat ini terdapat sepuluh pasukan bregada, dengan jumlah anggota sekitar 600 orang yang merupakan bagain dari abdi dalem Keraton Yogyakarta. Setiap pasukan memiliki jumlah yang berbeda-beda tergantung nama pasukannya. Senjata yang dibawa oleh Bregada Prajurit adalah tombak (waos), towok, tameng, panah dan senapan.

Ke sepuluh bregada tersebut antara lain Bregada Bugis, yang pada awalnya berasal dari Bugis, Sulawesi. Saat ini pasukannya tidak lagi berasal dari suku Bugis lagi. Dalam upacara Garebeg pada acara Sekaten atau hari raya, Bregada Bugis bertugas mengawal gunungan yang dibawa menuju Kepatihan.

Pasukan lain adalah Bregada Surakarsa yang bertugas mengawal gunungan ke Masjid Gedhe Kauman. Kemudian Bregada Wirabraja yang kami sebut sebagai prajurit Lombok Abang karena pakaiannya yang merah-merah dengan topi yang ujungnya mengerucut seperti cabe merah.

Pasukan Bregada Dhaeng berasal dari sebutan gelar bangsawan di Makasar. Pada awalnya prajurit Dhaeng memang berasal dari sana,  namun saat ini prajuritnya sudah tidak ada lagi.

Selanjutnya pasukan yang lain adalah adalah Bregada Patangpuluh, Bregada Jagakarya, Bregada Prawiratama, Bregada Nyutra, Bregada Ketanggung, dan Bregada Mantrijero.

Keseluruhan pasukan dipimpin oleh seorang Manggalayudha atau Kommandhan/Kumendham yang disebut Kommandhan Wadana Hageng Prajurit. Sementara setiap pasukan atau bregada dipimpin oleh perwira berpangkat Kapten. Untuk bregada Bugis dan Surakarsa dipimpin oleh seorang Wedana.

Ke sepuluh pasukan Bregada tersebut menjadi nama-nama kampung di kota Yogyakarta, yaitu kampung Daengan, Bugisan, Surokarsan, Wirobrajan, Patangpuluhan, Jogokaryan, Prawirotaman, Nyutran, Ketanggungan dan Mantrijeron. Tempat tinggalku Kuncen juga termasuk Kecamatan Wirobrajan. 

Saat ini, Bregada Prajurit Keraton menjadi pasukan Keraton yang menjadi bagian dari menjaga kelestarian budaya Keraton. Biasanya Daeng akan beraksi pada waktu ada acara-acara besar Keraton, seperti Sekaten, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dan acara-acara penting Keraton lainnya. Biasanya menjelang hari-hari besar tersebut, mereka akan rutin berlatih setiap hari, melewati jalan Rotowijayan, Kauman, Ngasem dan jalan-jalan sekitar Keraton.

Daeng juga sudah menjadi salah satu atraksi Keraton yang unik dan menarik, serta menjadi salah satu daya tarik wisatawan manca negara dan dalam negeri yang berkunjung ke Yogyakarta.

Kalau sudah lewat Daeng, maka kami semua akan segera berlari keluar untuk menonton dan mengikuti suara musiknya yang menggunakan berbagai peralatan seperti drum, terompet, seruling, bende dan peralatan lain seperti gamelan. Dengan gagahnya para prajurit tersebut berjalan dengan langkah kaki yang sama. Kadang-kadang mereka membentuk gerakan-gerakan yang kompak dan memukau.

Pernah, sore-sore, sedang asyik-asyiknya adik-adikk bermain di dalam rumah. Aku pun sedang asyik memegang buku bacaan. Tiba-tiba terdengar suara pasukan Daeng yang sepertinya melewati depan rumah.

“Tong dik tong deng, tong dik tong deng.”

“Daeng, daeng!” Lev, daeng Lev!” teriak Agus sambil cepat-cepat berlari keluar.

“Mbak Ika, ayo cepet, ada daeng!” Lagi-lagi Agus meneriakiku.

Aku dan kedua adikku segera berlari keluar. Sesampai di luar, kami tidak menemukan ada Daeng di depan rumah lewat. Celingak celinguk, kami pun terheran-heran. Suara musiknya masih terdengar dengan jelas. Aku penasaran, berlari keluar pagar ke pinggir jalan. Nampak lengang jalanan. Biasanya kalau ada Daeng ramai orang di pinggir jalan dan di belakang pasukan juga banyak yang mengikuti.

Ternyata kami diisengin oleh Bapak, yang merekam suara Daeng ketika lewat di depan rumah. Duuh, aku dan adik-adikku sudah terkena jebakan betmen. Hehehe. Kalau mendengar suara Daeng, aku pasti ingat kejadian tersebut.

Sumber : www.kratonjogja.id

 

(Bersambung)

 

0 Komentar