Meniti Jejak Masa Kecil (3)


Meniti Jejak Masa Kecil (3)
~~Rika. Nur Hidayati~~
#Day2
#NarasiLiterasiNegeri
#IndonesiaMenulis
#TantanganMenulis45Hari
#Artsamawa

Rumah di Rotowijayan (3)
Namanya juga anak-anak. Kalau sudah bermain, kadang daerah jelajahnya lumayan jauh. Selain sampai ke Keraton nyari bunga Keben, kadang kami bermain menyeberang  ke lingkungan Ndalem Mangunnegaran yang sekarang namanya menjadi Ndalem Benawan. Jadi, waktu aku masih kecil, lingkungan Ndalem Benawan itu masih dipakai untuk SD Ngampilan I dan Ngampilan II dari tahun 1960-1980.  
Sejarahnya, Ndalem itu dulu dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono VII yang memerintah antara tahun 1877-1921 dan ditempati oleh Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Mangunnegaran.. Sejak tahun 1964 ditempati oleh putra Sultan Hamengku Buwana VIII, Kanjeng Bendara Pangeran Haryo (KBPH) Benawa. Saat ini, Ndalem Benawan khusus digunakan untuk tempat tinggal istri KGPH Benawan dan putrinya.
Di dalam lingkungan Ndalem itu juga masih banyak dihuni oleh masyarakat yang entah ngindung atau tidak, aku kurang paham juga. Maklum, kalau jaman anak-anak dahulu, tidak terpikirkan hal tersebut. Anak-anak disana menjadi teman-teman bermain juga. Yang aku ingat namanya hanya si kembar Yani dan Yanti, ada juga Agus. Lainnya hanya ingat wajahnya saja. Maklumlah, kira-kira sudah 40 tahun berlalu, samar-samar mengingatnya.
Oh iya, ada salah satu putra dari cucu Sultan Hamengku Buwana VIII yang tinggal di Ndalem Benawan, Kukuh Hertriasning atau Aning panggilannya. Satu lagi tetangga di lingkungan Ndalem yang jadi teman, namanya Nana. Keduanya adalah teman sekelas SD di Keputran. Kami cukup akrab dan sering bermain di rumahnya di lingkungan Ndalem tersebut. Kadang-kadang berangkat sekolah bersama. Naik becak atau jalan kaki. Waktu kelas empat, masuk siang jam satu, eh jam dua belas sudah pada nongol di rumah. Hehehe. Sekarang beliau sudah menjadi tokoh yang nguri-uri budaya Jawa di daerah Gunung Kidul.
Yang paling kuingat dari bermain di Ndalem Benawan adalah ketika aku mengajak adikku yang masih kecil. Waktu itu kalau nggak salah Alev masih belum sekolah atau sudah TK ya. Kejadiannya, setelah bermain di rumah salah seorang teman disana, aku menggandeng adikku pulang ke rumah yang tinggal menyeberang saja. Rumahku di jalan Rotowijayan memang tepat berada di depan Ndalem yang diberi pagar tembok tinggi.
Aku dan adikku berlari hendak menyeberang jalan, tiba-tiba lewatlah sepeda motor.
“Awas Lev!” aku berteriak memanggil adikku. Pegangan tanganku terlepas. Terlambat, Alev sudah terlanjur berlari.
Suara motor direm keras-keras, adikku tersenggol motor dan jatuh. Secepat kilat aku berlari mendekati Alev dan berteriak.
“Leev!!” aku ketakutan dan menangis melihatnya.
Segera adikku ditolong oleh bapak-bapak yang menaiki motor tersebut. Alhamdulillah, hanya lecet sedikit. Digendongnya Alev menyeberang jalan, sambil memarahin kami karena menyeberang jalan sembarangan, tidak melihat kanan dan kiri terlebih dahulu. Aku hanya terdiam sambil menangis, nggak tahu harus bilang apa. Memang aku yang salah, karena sebelum menyeberang tidak melihat situasi dulu.
Sampai di rumah, aku dimarahin oleh ibu yang kebetulan ada di rumah.  Biasanya ibu membantu simbah berjualan beras di pasar Beringharjo. Seingatku, setelah itu adikku badannya panas dan dikompres oleh ibuku. Alhamdulillah tidak ada akibat yang fatal dari kejadian tersebut. Akan tetapi, hal itu menjadikan aku cukup trauma dan mengingatnya sampai sekarang.
(Bersambung)



0 Komentar